Senin, 11 Oktober 2010

Sajak-sajak m. Wan Anwar



1. BERJALAN KE UTARA

berjalanlah lurus ke utara, di melintasi rimbun asam dan masa silam, kau akan tahu darat dan laut seperti bibir sepasang kekasih saling memagut seperti maut yang tiap waktu terus beringsut
pulau-pulau kecil, tempat burung-burung hijrah dari musim ke musim, gemetar di kejauhan sisa bakau merunduk muram, kawanan ikan mengenangkan pertemuan seperti penduduk yang dihantam gelombang daratan
berlayarlah dengan perahu kayu, menyisiri utara mengendus panu para nelayan, kau akan bertemu kenyataan sisa ikan busuk, ceceran solar, muatan kayu dari seberang daki dan kapal inspeksi yang asing berputar-putar sendirian
berjalanlah terus ke utara, menyapa sunyi yang beranak di tambak membayangkan pelabuhan kenangan masa silam
2005

***

2. PERTANYAAN DI STASIUN KERETA

jika timur itu hari depan, mengapa laju kereta kembali ke masa silam bahwa stasiun ini peninggalan residen, tentu saja kami tahu juga deret pohon asam, irigasi, dan gedung-gedung pemerintahan
begitulah, bukankah tuan-tuan hanya sanggup membangun mall jurang antara cahaya lampu kristal dan temaram perkampungan kami hamba tuan-tuan, sudah lama bosan dalam penantian
tuan-tuan mengobral janji, mengganggu tidur dan mimpi kami maka kini izinkan kami bertanya, peti-peti yang siang malam diangkut kereta milik siapa? kemilau lampu di jalan raya untuk siapa!
kami tahu tuan-tuan tak akan menjawab, karena tuan-tuan sedang meluncur ke masa silam, jadi izinkan kami mendakwa kami tak tahan lagi mendengar dan menyaksikan mulut tuan-tuan berbusa, nganga, dan amat hina

2005

***

3. KASIDAH BANTEN

aku datang tetapi dari mana aku datang aku pergi tetapi kemana aku pergi
kau sambut aku dengan kasidah tempat berdiam segala kisah kupersembahkan padamu denting kecapi tempat sunyi menggali diri
dua tanda dua nama bertemu dalam nestapa
karena aku telah datang kauterima cinta di ujung pedang karena kau telah menjemput kuterima hatimu semurni maut
dua tanda dua nama bertemu dalam nestapa
jika kau dan aku adalah rumah rumah siapakah kita jika kau dan aku jadi penghuni siapakah yang akan kita hadapi

2005

***

4. SEPERTI ADA RINTIH

seperti ada rintih dalam reruntuhan benteng itu bukan, mungkin bukan kesedihan, karena laju waktu — siapapun toh tak bisa menahannya. Di arah utara bulan telah menggaris tanda, menunjuk jejak dulu sebuah negeri memancarkan warna pelangi
tapi seperti ada rintih, seperti ada teriak dan kata-kata yang tak tercatat — ringkik kuda erang pujangga, serapah prajurit, gumam tak menentu para pembantu. Selebihnya komando, senyum licik, tipu daya dan kini seluruhnya tinggal cerita
seperti ada rintih, juga hari ini, ketika bulan menyisir gelap pasir dan kita tak letih-letihnya menafsir membayangkan begaimana sebuah negeri dibangun kemudian lantak di puncak nikmat. Seperti ada rintih dan kita tak sanggup lagi mengenangnya.
CG Serang, 2002
sumber: facebook friend's note ^_^

1 komentar:

Sepenuhnya mengatakan...

Mohon informasi ketiga puisi tersebut dari buku yang mana ya?

Posting Komentar

Thank you for reading !! left your comment, please..

Labels

Islam Ornamental Art